-->

Pengertian Psychological Pricing (Harga Psikologi) dan Penetapannya Dalam Transaksi

Ketika anda berbelanja di supermarket atau mall, pernahkah anda melihat harga yang tidak bulat dan sulit di uangkan. Apakah dibenak anda sempat bertanya kenapa harganya dibuat seperti itu? Bukankah harga seperti itu akan mempersulit konsumen saat menjumlah harga belanjaan secara keseluruhan? Ya, harga yang anda lihat di supermarket atau di mall tersebut disebut dengan Psychological Pricing atau Harga Psikologi.

Apa itu Psychological Pricing atau Harga Psikologi? Psychological Pricing berasal dari bahasa inggris yang terdiri dari dua suku kata, yaitu psychological yang artinya psikologi dan price yang artinya harga. Jadi, harga psikologi adalah cara penentuan harga atau strategi pemasaran berdasarkan pada teori yang meyakini bahwa harga tertentu memiliki dampak psikologis bagi pembeli. Harga psikologi biasanya sering kita jumpai pada bisnis retail. Harga retail yang seperti ini umumnya disebut sebagai “harga unik”. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa harga tersebut tidak pernah bulat misalnya sebotol air mineral dijual dengan harga Rp. 3.465,- atau sebuah sabun dijual dengan harga Rp. 5.123,-.

Pengertian Psychological Pricing (Harga Psikologi) dan Penetapannya Dalam Transaksi


Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan oleh Marketing Bulletin pada tahun 1997 di Inggris, menunjukkan bahwa 60% rata-rata harga pemasaran berakhiran dengan angka 9, Lalu pada 30% berakhiran dengan angka 5, sedangkan 7% yang lainnya berakhiran dengan angka 0 dan sisanya adalah angka kombinasi.

Dari hasil studi diatas menunjukkan bahwa angka yang tidak bulat dapat mempengaruhi konsumen dari segi psikologi. Dapat kita lihat bahwa penelitian diatas menyebutkan trik periklanan dengan penetapan harga menggunakan angka 9 dibelakang amat sangat tinggi. Hal ini dapat membuktikan bahwa harga psikologi merupakan salah satu trik marketing yang mumpuni. Apalagi angka 9 memiliki presentase yang paling tinggi dalam mempengaruhi psikologi konsumen. Ambil sebagai contoh sebuah smartphone dijual dengan harga Rp. 1.100.000,-. Bandingkan jika ponsel tersebut dijual dengan harga Rp. 1.099.000,-. Tampak perbedaanya bukan, pada harga ke dua terlihat seakan smartphone tersebut dijual dengan harga yang murah yakn kisaran satu jutaan saja.
 

Didalam transaksi konvensional seperti halnya yang ada di pasar-pasar tradisional, pemberian harga semacam ini dirasa sangat tidak memungkinkan. Karena, harga ini akan menyulitkan transaksi dan membuat pembayaran menjadi tidak praktis. Oleh sebab itulah kenapa harga psikologi hanya terdapat pada supermarket atau mall. Disana sistem pembayaran melalui kasir yang notabene menggunakan alat yakni komputer untuk menghitung jumlah transaksi dan nominal yang harus dibayarkan. Maka dari itu penggunaan harga psikologi di toko modern bukanlah menajdi suatu masalah.

Lalu bagaimanakah cara penetapan harga psikologi dalam transaksi pembayaran? Bagaimana Cara memberi kembalian jika harganya tidak bulat. Misalkan anda membeli sebungkus mie instan dengan harga Rp. 2.261,- sedangkan di mata uang indonesia tidak ada nominal Rp. 39,-. Padahal harga tersebut sudah lazim dan banyak kita jumpai di supermarket. Ternyata cara menghitungnya adalah dengan dibulatkan. Ambilah contoh mie instan yang anda beli tadi harganya Rp. 2.261,- sedangkan uang yang anda bayarkan Rp. 2.500,-. Pada saat pembayaran harga Rp. 2.261,- akan dibulatkan menjadi Rp. 2.300,-. Sehingga konsumen hanya mendapat kembalian  Rp. 200,- saja.

Apakah ini tidak merugikan konsumen meskipun nilainya hanya kecil? Padahal sudah jelas disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) sangat jelas tertulis konsumen tidak boleh dirugikan. Hal semacam ini menjadi ranchu ketika diperdebatkan. Memang banyak sekali trik yang digunakan oleh pelaku usaha untuk menarik konsumennya. Untuk mempermudah konsumen dalam membayar, harusnya harga tersebut dibulatkan dengan nominal mata uang yang ada di Indonesia.

Kemudian kenapa harga tersebut tidak dibulatkan kebawah melainkan dibulatkan keatas? Untuk menjawabnya, kita mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 35/M-Dag/Per/7/2013 Tahun 2013 tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan (“Permendag 35/2013”).

Aturan Penenentapan Harga Psikologi

Pada dasarnya setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang secara eceran dan/atau jasa kepada konsumen wajib mencantumkan harga barang atau tarif jasa secara jelas, mudah dibaca dan mudah dilihat.


Pasal 6 Permendag 35/2013 mengatur:
  1. Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang secara Eceran dan/atau Jasa, wajib menetapkan Harga Barang dan/atau Tarif Jasa dengan Rupiah.
  2. Penetapan Harga Barang dan/atau Tarif Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mata uang dan nominal Rupiah yang berlaku.
  3. Dalam hal Harga Barang dan/atau Tarif Jasa memuat pecahan nominal Rupiah yang tidak beredar, Pelaku Usaha dapat membulatkan Harga Barang dan/atau Tarif Jasa dengan memperhatikan nominal Rupiah yang beredar.
  4. Pembulatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diinformasikan kepada Konsumen pada saat transaksi pembayaran.

Dari pasal diatas memang kita bisa melihat dan memahami bahwa para pelaku usaha boleh membulatkan harga dari barang yang anda beli karena harga barang yang tertera untuk barang tersebut memuat angka nominal mata uang yang tidak beredar di Indonesia. Jika harga suatu barang Rp. 2.261,- maka dalam transaksi pembayaran pelaku usaha dapat membulatkan harga tersebut menjadi Rp. 2.300,-.

Meski ada aturan yang menetapkan bahwa pelaku usaha boleh membulatkan harga jika tidak ada pecahan nominal Rupiah yang beredar, namun tidak ada aturan dari Permendag yang menyatakan lebih lanjut apakah nilai pembulatan itu dibulatkan ke atas atau ke bawah dari harga barang tersebut. Pada dasarnyapun tidak menjadi masalah pembulatan itu dibulatkan keatas jika pada saat transaksi pembayaran konsumen diberikan informasi terlebih dahulu. Dengan begitu tidak ada pihak yang dirugikan.

Pengertian Psychological Pricing (Harga Psikologi) dan Penetapannya Dalam Transaksi
  1. Awesome thjngs here. I am very glad too peer your article.

    Thanks so much and I am looking ahead too contact you.
    Will you kindly drop me a e-mail?

    BalasHapus
    Balasan
    1. You can find our contact in the right sidebar of this site. Check it out.

      Hapus